“World Bank. Mengatasi Masalah Dengan Masalah”


Aksi work from home (WFH) ditengah krisis pandemi covid
 dilakukan kelompok pemuda dengan mengoptimalkan
beberapa lahan tidur dilingkungannya.
Bisa dibayangkan pasca PSBB. LOCKDOWN atau istilah lainnya,
Cepat atau lambat akan membentuk
karakter Manusia yang hilang kemanusiaannya.

Mencuatnya istilah Work From Home ditengah instruksi pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB). Merubah perputaran ekonomi yang biasa normal dan lancar, langsung mereda, macet bahkan nyaris mandek.

Sedangkan kebutuhan semakin hari semakin meningkat, industri dan perusahaan gulung tikar, banyak karyawan dirumahkan. Membuat nilai barang dan harga yang dipasarkan tidak seimbang. Menciptakan ketidak pastian transaksi, pasca pandemi.  

Terciptanya kesadaran, kerjasama antar individu untuk saling percaya dan  bergotong-royong membangun perekonomian mikro dilingkungan tinggalnya. Seperti dilakukan sekelompok pemuda dengan memanfaatkan tanah Kavling yang belum dibangun pemiliknya dijadikan perkebunan. Sebelumnya mereka mengajukan ijin terlebih dahulu diketahui ketua lingkungan dan pengurus wilayah untuk ditujukan kepada pemilik tanah kavling dengan luas sekitar 300m2, ditanami sayur mayur dan tanaman buah.
Upaya menanggulangi pasca pandemi
Usaha perkebunan mikro ini merupakan salah satu upaya pemuda warga setempat, dengan tujuan menambah penghasilan ditengah krisis, seperti saat ini. Dan sebagian dari hasil kebunnya diberikan kepada warga setempat.

"Maksud kami melakukan ini, untuk mencari penghasilan mencukupi kebutuhan hidup keluarga dan membantu masyarakat sekitar. Alhamdulillah kegiatan kami ini dibantu beberapa teman didukung pengurus lingkungan RT dan RW." ungkap Kimblan, mantan buruh harian di perusahaan jasa yang kini sedang sekarat, karena hantaman covid-19.

Kimblan beserta Lima orang temannya mengalami nasib yang serupa, dan mereka tidak mau pasrah begitu saja, lalu mengajak tetangga sekitarnya untuk menanam sayuran dan tanaman buah dengan memanfaatkan lahan yang ada.

Saat ini banyak yang bernasib tragis seperti Kimblan cs disekitar kita, namun bedanya mereka tidak mau pasrah dan menunggu bantuan dari pemerintah begitu saja. Aksi mereka perlu ditiru, bila memiliki cukup ilmu dan cukup modal untuk membuat Hidroponik atau Aquaponik disepanjang gang, tentunya lingkungan sekitar terlihat asri dan hasil panennya bisa dirmanfaatkan untuk masyarakat sekitar.

Sebuah upaya menanggulangi pasca krisis
 Tidak ada yang salah jika ada yang memilih pasrah, berserah diri, menunggu bantuan para donatur dan merengek kepada Pemerintah. Dua pilihan yang wajib ditentukan salah satunya. Untuk menyikapi kondisi yang memprihatinkan seperti ini, tidak perlu kita mencari pembenaran diri atau menyalahkan yang lain dalam disituasi seperti sekarang.

Sebuah ilustrasi sederhana. Jika kita mengambil sikap pasrah berserah diri menunggu dan merengek kepada pemerintah. Tidak salah karena itu hak kita, sebagai rakyat. Kewajiban pemerintah memenuhi / mengabulkan dan mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Sedangkan kewajiban rakyat membayar pajak, guna terselenggara / berjalannya roda pemerintahan dan hak pemerintah menerima pajak dari rakyatnya untuk pembangunan berkelanjutan.  

Dalam situasi pandemi yang menghujani dunia seperti ini, rakyat merengek kepada pemerintah melalui jagad media lalu belum dikabulkan. Bisa kemungkinan kas negara sudah menipis dan tidak mungkin mengabulkan semua rengekan rakyatnya. Walhasil ngambeklah kita sebagai rakyat, dengan melakukan berbagai aksi turun ke jalan.

Dan Pemerintah Indonesia sadar dan paham akan hal ini, mencegah jangan sampai kejadian lebih buruk terjadi. Tentu yang dilakukan Pemerintah Indonesia, curhat ke PBB (United Nations), karena semua negara mengalami hal yang sama. Mereka miris hatinya mendengar rengekan rakyatnya.    

Menampung curhatan dari berbagai negara memang diharapkan oleh bos besar yang berkantor di PBB. Entah sadar atau tidak, berbagai negara yang saling curhat tentang rumah tangga mereka. Di rangkum oleh Bos Besar seolah-olah memberikan bantuan dan dianggap solusi yang diterima kepada berbagai negara yang curhat. Si bos besar tentunya menerjunkan para marketing handalnya dari berbagai organisasi seperti, WHO, Bank Dunia melalui produk unggulan IMF-nya dan bisnis haruslah untung untuk kelompoknya (world order).

Sepulang dari curhat kembali ke Indonesia, terlihat sebaris senyum indah nan menawan menghiasi wajah yang bercahaya bak bidadari atau bidadara, langkahnya tegap penuh percaya diri berbicara ditengah konferensi pers.

Berbagai media lokal sampai dengan interlokal, memberitakan berbagai manfaat dan kepedulian PBB dan organisasinya yang mengatas namakan negara A atau negara C atau Z. Melakukan investasi ditengah krisis kepada Indonesia membangun image, investasi segar ditengah bencana padahal yang ditawarkan adalah piutang yang menjadi beban dan harus dilunasi oleh anak cucu Bangsa Indonesia.

Semoga ilustrasi rengek-merengek rakyat dengan pemerintahnya diatas tidak berlarut-larut terjadi di negeri ini. Saatnya para kesatria Nusantara dengan segenap jiwa dan raga serentak bangkit lakukan yang terbaik dari lingkungan terdekatmu, bergeraklah disetiap sudut gang di tanah Nusantara ini.

Harapan penulis, menyikapi situasi seperti saat ini, supaya tidak semakin terpuruk. Marilah bersama bahu membahu bergotong royong dengan asa, asih, asuh. Kita perlu menumbuhkan kesadaran diri setiap insan, seperti yang dilakukan kelompok pemuda diatas.

Negeri ini milik kita Rakyat Indonesia bukan milik Presiden, Pemerintah, TNI, POLRI dan Politikus partai. Mereka sama dengan kita Rakyat Indonesia, mereka hanya menjalankan sebuah negara. Apakah kita harus menggadaikan Bumi Pertiwi?!

Sebuah Nagari yang ditakdirkan Allah Sang Pemilik Jagat Semesta beserta isinya sebuah Nagari Nusantara yang terlanjur kaya, merupakan takdir Illahi yang tidak bisa dipungkiri. Kenapa kita memaksakan kehendak untuk menggadaikan kepada kelompok elit global yang mengelola United Nations (PBB).

Semoga unek-unek part 2 ini bisa menjadi motivasi dalam menuju kejayaan Nusantara, memulai dari lingkungan masing-masing. Biarkan Pemerintah Indonesia memberikan kebijakan lunak yang berpihak kepada rakyatnya. Memfasilitasi dan meminjamkan lahan tidur untuk perkebunan sayur mayur atau buah, dari hasil dan distribusinya diatur negara. Tidak bisa bergerak sendiri harus serentak bersama seiring sejalan dengan segala kemampuan yang ada, membangun sistem perekonomian yang sehat dengan rasa kemanusiaan. (advertise)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar