Senin, 07 Februari 2022

Menelusuri Jejak Kaki, Bibir Pantai

Ilustrasi digital petualang

  Dengan online dia mulai eksis dan setiap hari berselancar disana.
Memperluas jaringan. 
Berkenalan dengan seorang wanita mantan pejabat.
Wanita itulah merubah bartender menjadi seorang traveller.

    Kisah ini dituturkan oleh seorang sahabat, Perkakas Ronggolawe, itulah namanya. Lelaki berusia 45 tahun berstatus duda tanpa anak, berprofesi sebagai pengangguran baru. karena usaha malam, tempat dia bekerja ditutup mulai 25 Maret 2020. ketika badai corona mulai meluluh lantakan hotel cafe - pub, diskotik dan usaha sejenisnya.

 

    Berbekal uang pesangon yang tidak seberapa ditambah pinjaman dari orang tuanya, dia mulai membuka usaha sangat kecil, di teras rumah orang tuanya Perkakas Ronggolawe di daerah Tambun Selatan. Warung cocktail milik sendiri dengan bahan baku fermentasi buah-buahan. Sesuai pendidikan SMK perhotelan serta pengalaman didunia bartender. Produk cocktail dikemas semenarik mungkin, lalu dititip jualkan kekios-kios, hotel, sebagian lagi dijual di warung miliknya dan online.

 

    Sang waktu terus berlalu dengan angkuhnya. Sembilan bulan sudah Perkakas Ronggolawe menjalani usahanya. Penghasilan semakin hari semakin berkurang, banyak hotel dan usaha pub tempat dia menitip jual produknya tidak beroperasi karena berlakunya jam malam dari pemerintah daerah.

 

    Sekarang dia mengandalkan penjualan di warungnya sendiri dan jual online melalui akun facebook miliknya. “Kurangnya daya beli serta ketatnya peraturan Pemerintah karena pandemi covid, saya tidak bisa berbuat banyak, Cak!. Sedangkan profesi yang saya geluti ini sudah lama. Usaha kecil ini untuk berkembang rasanya sulit, saat ini hanya bertahan dan mencoba mencari peluang baru,” Kata Perkakas dengan nada ihklas.

 

    “kalau melalui facebook, ada yang beli tetapi tidak banyak, sebulan ada 3 pelanggan saya sudah bersyukur. Yang sulitnya, saya harus antar pesanan pelanggan itu sendiri, kalau dekat sich, gak masalah...! yang terjauh saya pernah antar ke daerah BSD Tangerang.” ujar Perkakas Ronggolawe, meneruskan ceritanya.

 

    Menjual produk melalui facebook dengan sistem COD (Cash On Delivery) tidak selalu lancar dan mudah, banyak juga hambatannya. Seperti, alamat yang dituju fiktif. Pelanggan yang membatalkan pesanan ketika barang sedang dalam pengiriman. Kejadian seperti itu membuat dia kecewa dan nyaris frustasi tidak mau menjual secara online lagi.

 

    Karena semangat yang kuat, dioptimalkannya aplikasi online tersebut. Perkakas Ronggolawe meminimalisir kerugian, tidak lagi membuat penawaran COD dia meminta pelanggan untuk mentransfer uang terlebih dahulu. Barang pesanan baru dikirim menggunakan jasa pengiriman barang.

 

    Melalui Facebook itu pula dia mulai intens dan aktif,  hampir setiap hari dia berselancar disana, memperluas jaringan. Hingga suatu ketika dia berkenalan dengan seorang wanita mantan pejabat disalah satu kementrian di era orde baru, yang merubah kesehariannya sebagai bartender menjadi seorang traveller.

 

Pulau selayar kecil, Labuan Bajo - NTT

    Asih Widyaiswara. Begitulah panggilan lengkap wanita tersebut. Walaupun usia terpaut 14 tahun lebih tua dari Perkakas Ronggolawe. Meskipun sudah setahun pensiun namun wajah serta tubuh Widya terlihat segar awet cantik, sepertinya rajin perawatan salon dan olah raga ringan dikawasan Jakarta Selatan yang tidak jauh dari kediaman widya. Namun Widya dan Perkakas saat itu, belum saling tatap muka (kopi darat) ataupun menjalin bisnis coctail buatan perkakas.

 

    Walaupun mereka belum bertemu langsung namun komunikasi antara Perkakas dan Widya lancar harmonis dan mesra. Layaknya kaum Coronial saat ini yang lagi kasmaran, pacarannya secara virtual atau daring.

 

    Lelah menjalin hubungan secara virtual, Widya memutuskan untuk bertatap muka dengan Perkakas. Widya berinisiatif  untuk menghabiskan akhir tahun 2020 didaerah Labuan Bajo, tiket dan akomodasi selama disana sudah disiapkan oleh Widya saat itu. Perkakas hanya mempersiapkan antigennya sendiri sebagai persyaratan penerbangan di bandara Soekarno Hatta menuju bandara Komodo.

 

    Di bandara Soeta Jakarta. 28 Desember 2020. Pagi itu, mereka janjian bertemu di depan bandara, sebelum chekin. Setelah saling menyapa merekapun langsung boardingpas. Tidak banyak percakapan diantara mereka, namun keduanya sudah bergandengan tangan menaiki pesawat yang segera lepas landas menuju bandara Komodo – Labuan bajo, NTT.

 

    Akhir tahunpun dihabiskan bersenda gurau dihamparan pasir putih dan menikmati birunya laut flores di pulau Seraya kecil, yang berjarak 10 Km sebelah utara Kota Labuan Bajo. Sebuah pulau mungil nan eksotis dengan cottage yang indah, menambah susasana akhir tahun 2020 yang romantis bagi pasangan Coronial yang sedang
kasmaran.

 

Kabupaten Tabanan - Bali

    “Saat itu kami sangat menikmati suasana alam, cak..! saya gak berencana bisa merasakan suasana dan tempat yang paling keren dalam petualangan hidup saya. Dari NTT, kami pergi ke Lombok dan akhir tahun 2021 kami keliling Bali. Saat itu cocktailnya tidak dipasarkan lagi, cukup saya nikmati sendiri. Alhamdulillah selama travelling kala itu, saya bisa mengirimkan uang walau tidak banyak, sekedar bayar cicilan hutang setiap bulannya. Ketika saya berada dititik nol,” imbuh Perkakas, sembari meneguk isi slokinya, untuk yang kesekian kalinya.

 

    “Perjalanan wilayah Indonesia Timur sangat berkesan walaupun belum sampai Raja Ampat Papua. Saya jadikan pembelajaran spiritual. Saya merasakan pembelajaran masih terus berlangsung melalui proses sileksi NYA di sebuah perjalanan kehidupan. Hingga kaki-kaki ringkih ini tak sanggup lagi menopang tubuh” ungkap Perkakas mengkisahkan petualangannya, sembari menuangkan kembali cocktail sari ketimun kedalam sloki cak getuk yang sudah kosong. Entah rasa coktail apalagi, yang akan diisikan kedalam sloki cak getuk nantinya...

 

    Pesan bagi pembaca yang mampir dalam kisah ilustrasi ini.



Jangan lupa !! 

Selalu ucapkan terimakasih kepada sang pemberi, 

lalu teguk isi slokimu dan ambil hikmahnya sebijaksana mungkin.        


Rabu, 21 Juli 2021

KEHIDUPAN DALAM ANIMASI

 Unek-unek cak getuk kali ini mewakili akar rumput yang mencurahkan keprihatinan lantaran situasi yang semakin hari semakin tidak mengasyikan.

 Usaha harian, hasilnya semakin tidak jelas saja. kebutuhan hidup harus dipenuhi. Bayar listrik, bayar kontrakan, bayar tagihan bank keliling, sampai biaya sekolah swasta anak. mereka menolak dibayar dengan masker plus sertifikat fucksin. Semuanya harus dengan uang cast..(hadeh)

TENTUKAN PILIHANMU
 Mau curhat kepada Gusti Allah secara berjamaah, dilarang. Sarana ibadah ditutup. Alasannya memutus matarantai penyebaran corona...(aneh). Virus kok ditakuti..! Bukankah virus itu sudah ada dari dulu dan sudah seliweran. Di tahun 2000an di negara lain sibuk dengan, ebola, sars, flu burung, flu hongkong dan sebagainya.. Pemerintah santai aja, mediapun tidak meneror dengan propagandanya dan kami para akar rumput tidak terganggu, pedagang asongan normal jualan, anak-anak bisa sekolah dan tamasya, setiap ritual Hari Raya kami beribadah dengan khidmat.

 Bicara hidup dan kematian adalah hak periogratif Gusti Allah, sakit dan sehatnya seseorang bagi kaum papa (akar rumput) merupakan hidayah dari Allah. (Ini asumsi pribadi saya, loh..) seolah dijauhkan dengan pencipta kita sendiri, tidak ada lagi puja-puji atas kekuasaan Allah secara berjamaah, sekarang dilakukan secata individu, ibarat sampah yang terserak.

 Terkikis sudah kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, dimulai dari letupan kecewa, lelah dan frustasi diberbagai daerah yang semakin lama akan terus bergulir laksana bola salju yang bisa memporak porandakan tatanan di negeri +62.

 Bila sudah hancur lebur pulau-pulau berubah kepemilikannya, tidak ada lagi Kepulauan Indonesia. Negeri +62 menjadi sebuah sejarah yang bisa dilupakan.

 Halusinasiku ini membuatku ketakutan, hingga aq memilih menceburkan diri kedalam gelas bekas kopi yang belum dibayar...  KLIK ANIMASI LENGKAPNYA  DI BAWAH INI